MAKALAH
Disusun sebagai tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
yang Diampu oleh Setyo Atmojo, M.Pd
Disusun oleh:
Dwi Antoro (12144600011)
Agus Trianti (12144600008)
Daniel Hermawan (12144600015)
Bhakti Prasetyo (12144600032)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan petunjuk,
berkah, rahmat dan hidayahNya segingga kami dapat menyusun sebuah makalah yang
berjudul “Teori Perkembangan Kognitif
Piaget”.
Di
dalam makalah ini dipaparkan teori perkembangan kognitif menurut seorang ahli
bernama Jean Piaget beserta implikasi di dunia pendidikan. Adapun sumber
informasi dari topik yang kami bahas semua terlampir dalam daftar pustaka di
akhir makalah ini.
Kami
berharap dengan disusunya makalah ini, perkuliahan di smester genap di tahun
ajaran 2012/2013 berjalan lancar. Terutama perkuliahan yang diampu oleh Bapak
Setyo Atmojo,M.Pd. dapat diperoleh nilai yang memuaskan.
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan rekan-rekan mahasiswa
PGSD di Universitas PGRI Yogyakarta pada khususnya dan mahasiswa di seluruh Indonesia
pada umumnya.
Tidak
lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berperan dalam
penyusunan makalah ini. Saran dan kritik yang membangun adalah penghargaan bagi
kami. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih.
Yogyakarta,
6 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Makalah
C. Tujuan
BAB II TEORI PERKEMBANGAN
KOGNITIF PIAGET
A. Pengertian Cognition
B. Perkembangan
Kognitif
C. Tahap-Tahap
Perkembangan Kognitif
D. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
“Pengetahuan
itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang
sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran
antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran
dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.” Piaget, dalam Bringuier, 1980, hlm. 110.
Teori Jean
Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang
kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya.
Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang
diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang
dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa
kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
Perkembangan
cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa meliputi
tindakan dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan opersai formal. Proses
dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan
akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
Piaget juga
memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang lain, ia
menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen, yang merupakan abstraksi
dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan
endogen disusun melalui reorganisasi proses pemikiran anak didik . Sruktur
tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis –
matematis.
Sumbangan
bagi praktek pendidikan untuk karya – karya Piaget mengenali pengetahuan yang
disosialisasikan dari sudut pandangan anak. Implementasi kurikulum menjadi
pelik oleh kenyataan bahwa teorinya tidak memasukan hubungan antara berfikir
logis dan pelajaran – pelajaran pokok seperti membaca dan menulis.
B. Rumusan Makalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat diuraikan pembahasannya sebagai rumusan
masalah sebagai berikut:
- Apa pengertian dari kognitif itu?
- Bagaimana perkembanagan kognitif itu?
- Bagaimana tahapan perkembangan kognitif itu?
- Bagaimana implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran?
Setelah
dirumuskan masalah tersebut maka pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Menjelaskan pengertian dari kognitif.
2.
Menjelaskan perkembangan kognitif.
3.
Menjelaskan tentang tahapan perkembangan
kognitif.
4.
Menjelaskan implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran.
BAB II
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan
potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional (akal).
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang
datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek
tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang
kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan
cara menilai siswa dan sebagainya
.
Teori
perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan
kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi
dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial
seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokan objek-objek
untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan
untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget
memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berfikir
dalam konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalaman dengan
dunia sekitarnya, namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan
informasi yang ia peroleh melalui pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya
pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya.
Piaget
percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget,
setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat
invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini
terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkunagn serta
adanya pengorganisasian struktur berfikir. Sebagai seorang yang memperoleh pendidikan
dasar dalam bidang eksakta, yaitu biologis, maka pendekatan dan uraian dari
teorinya terpengaruh aspek biologi.
Teori
Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses
mental. Piaget mengambil perspektif organismik, yang memandang perkembangan
kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia
mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan
bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat
biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi mewarisi reflek-reflek seperti reflek
menghisap. Reflek ini sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan
mereka, namun semakin berkurang signifikansinya pada perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan
atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan,
yaitu:
1. Organisasi.
Merupakan
istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam
system-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau cara
berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat.
Contoh:
anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam
objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan
menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema. Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.
2. Adaptasi.
Merupakan
cara anak untuk memperlakukan informasi baru dengan mempertimbangkan apa yang
telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
a. Asimilasi
Merupakan
istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada peleburan informasi baru
kedalam struktur kognitif yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan
proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan
informasi baru yag dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh
asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi,
kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku.
Asimilasi terjadi jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan
adalah segitiga sama sisi.
b. Akomodasi
Merupakan
istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada perubahan yang terjadi pada
sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Jadi, dikatakan
akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui
akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh:
si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang diperlihatkan
kedua.
c. Ekuilibrasi
Yaitu
istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk mencari keseimbangan pada
elemen-elemen kognisi. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur
dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara diri dengan
lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara
terpadu, bersama-sama dan komplementer.
Contoh:
bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol, kemudian
diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari gelas). Ketika bayi
menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah yang
berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka si bayi
akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama. Dengan melakukan hal
itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia
miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian asimilasi dan akomodasi
bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan.
Menurut
Piaget, pikiran anak-anak dibentuk bukan oleh ajaran orang dewasa atau pengaruh
lingkungan lainnya. Anak-anak memang harus berinteraksi dengan lingkungan untuk
berkembang, namun merekalah yang membangun struktur-struktur kognitif baru
dalam dirinya. Piaget juga yakin bahwa individu melalui empat tahap dalam
memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara
berfikir yang khas/berbeda.
Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut:
Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1.
Tahap Sensori Motor.
Tahap
ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun.
Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar)
dengan tindakan-tindakan fisik.
Dengan
berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan
gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan
siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget
membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
a.
Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks
(Usia 0-1 bulan)
Refleks
yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis
menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada
sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya
disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala kearah kanan.
b. Periode
2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
Reaksi
ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha
mengulanginya. Contoh: menghisap jempol.
Pada
contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik dari
tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
c. Periode
3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Reaksi
sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi
sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan
menghasilkan kembali peristiwa menarik diluar dirinya.
d. Periode
4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan)
Pada
periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk
mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak
mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent
mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar
mengelilinginya tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh
tangannya untuk menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu
sambil melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan
kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba,
Laurent berhasil menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari
jalan sebelum memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil
mengkoordinasikan dua skema terpisah yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2).
Memeluk kotak mainan.
e. Periode
5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
Pada
periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada
periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk
mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan
meja yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa
kali. Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan
oleh tindakannya.
f. Periode
6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
Pada
periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik, pada periode 6
bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal sebelum pada
akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa berfikir.dalam
mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah mulai dapat menentukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi
juga dengan koordinasi internal dalam gambaran atau pemikirannya.
2. Tahap
Pemikiran Pra-Operasional
Tahap
ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut
Piaget, walaupun anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia,
namun mereka masih belum mampu untuk melaksanakan “ Operation (operasi) ”,
yaitu tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak
melakukan secara mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Perbedaan
tahap ini dengan tahap sebelumnya adalah “ kemampuan anak mempergunakan
simbol”. Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala
berikut:
a. Imitasi
tidak langsung
Anak
mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang
bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu
sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang.
Contoh:
anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah
hasil imitasi.
b. Permainan
Simbolis
Sifat
permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang
pernah dialami.
Contoh:
anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah
adiknya.
c. Menggambar
Pada
tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental.
Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak
yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha
anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”.
Contoh:
anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran
Mental
Merupakan
penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran
mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan
yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia
amati.
Contoh
yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa
Ucapan
Anak
menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui
bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada
orang lain.
3. Tahap
Operasi berfikir Kongkret
Tahap
ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan
system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah
mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
d. Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f. Penghilangan
sifat Egosentrisme
Kemampuan
untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci
oleh Baim.
4. Tahap
Operasi berfikir Formal
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia.
Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada
tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu
bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh:
ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah
seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan
berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan sebab akibat dari
satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja yang berada pada tahap berfikir
formal, ia akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu
mogok. Bisa jadi karena businya mati, atau karena platinanya, dll.
Seorang
remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia dapat
bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang
kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsur dan
kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat melihat
pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.
Dalam hail
ini, peran seorang pendidik sangatlah vital. Beberapa implementasi yang harus
diketahui dan diterapkan adalah sebagai berikut:
1.
Memfokuskan pada proses
berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping
kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.
Pengenalan dan pengakuan atas
peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan
aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi
(ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan
untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.
Tidak menekankan pada praktek
- praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti
orang dewasa dalam pemikirannya.
4.
Penerimaan terhadap perbedaan
individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh
anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka
memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
Dalam
pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh
guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar
merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan.
Berkaitan
dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema yaitu,
stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengoordinasikan lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya
tidak statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan kognitif manusia. Berdasarkan asumsi itulah, Piaget berpendapat
bahwa belajar merupakan proses menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dipunyai seseorang. Bagi Piaget, proses belajar berlangsung
dalam tiga tahapan yakni: asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
Kompleksitas
pengetahuan dan struktur kognitif tidak dengan sendirinya menyebabkan
terjadinya asimiliasi secara mulus. Dalam kasus tertentu asimilasi mungkin saja
tidak terjadi karena informasi baru yang diperoleh tidak bersesuaian dengan
stuktur kognitif yang sudah ada. Dalam konteks seperti ini struktur kongitif
perlu disesuaikan dengan pengetahuan baru yang diterima. Proses semacam ini
disebut akomodasi. Penekanan Piaget tentang betapa pentingnya fungsi kognitif
dalam belajar didasarkan pada tahap perkembangan kognitif manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlis,
Hirmaningsih. 2010. Teori Psikologi
Perkembangan. Pekanbaru. Penerbit: Psikologi
Press.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan-346946.html
(diakses tanggal 01 Maret 2013 9:04:06)
http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori
Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget(diakses tanggal 01 Maret 2013
9:05:32).
0 komentar:
Posting Komentar